Kamis, 08 November 2018

Contoh Studi Kasus dalam Bidang Teknik Sipil


ANALISIS GEOLOGI TEKNIK KEGAGALAN LERENG PADA BANGUNAN EMBUNG DI KAWASAN CAGAR ALAM GEOLOGI KARANGSAMBUNG



(Studi Kasus : Instabilitas Embung dan Cara Mengatasinya)




ABSTRAK

Wilayah Karangsambung sebagian besar pengairan sawahnya adalah tadah hujan. Di daerah ini pada tahun 2010 dibangun embung untuk menampung air hujan, tepat berada diatas material tanah hasil pelapukan batuan rijang dengan kemiringan lereng bervariasi. Saat ini embung tersebut telah mengalami kegagalan lereng / longsor. Investigasi geologi teknik dilakukan guna mengetahui karakteristik sifat fisik tanah pada bangunan tersebut untuk mengevaluasi faktor penyebab kegagalan lereng embung. Berdasarkan hasil investigasi lapangan dan uji ifat fisik pada contoh tanah, kegagalan lereng embung tersebut diawali dengan pemunculan retakan pada lereng embung yang terasosiasi dengan sifat pengembangan sedang dari jenis tanah lanau dengan plastisitas tinggi (MH) dengan jenis mineral lempung kaolinit. Untuk mengatasi permasalahan ketidakstabilan lereng embung ini maka dilakukan tindakan penutupan pada bagian lereng dengan shot-crete atau pasangan batu untuk mencegah air hujan meresap ke dalam tanah dan mencegah proses kembang susut tanah pada lereng embung. Dapat juga dilakukan dengan menanam tumbuhan yang berakar serabut untuk melindungi tanah dari bahaya erosi.

Kata kunci : Longsoran, geologi teknik, embung, sifat kembang-susut.


ABSTRACT

Rice production of Karangsambung area is largely harvested from rainfed lowland rice fields. In this area in 2010 has built a pond to collect rain water, which directly above the soil material result of deeply weathered chert with slope varies. Currently the pond had been occured slope failure/landslide. Engineering geological investigation was conducted to determine the characteristics of the physical properties at the pond and to evaluate the factors that may cause a stable slope to become unstable. Based on the results of the field investigations and physical properties of the soil samples indicated that a failure surface of the pond slopes almost begins with the appearance of parallel cracks to the pond slope surface associated with the silt with a high degree of plasticity (MH), which is classified as kaolinite. The problem of the pond slope instability by closing or make sure the surface protection such as masonry, plaster or shotcrete to prevent rain water to seep into the soil and reduce the tendency of soil to swell and shrink. Can also be done by planting plants that are rooted fibers to protect the soil from erosion.

Keywords : landslide, geotechnics, pond, swell and shrink


PENDAHULUAN

Tanah merupakan salah satu aspek penting kaitannya dalam setiap pekerjaan teknik sipil. Beberapa permasalahan yang sering dijumpai di lapangan terkait dengan bangunan teknik adalah akibat dari sifat teknis tanah yang dapat dikatakan buruk, diantaranya ditandai dengan kadar air yang tinggi dan daya dukung yang rendah. Das (1994) menyebutkan bahwa air sangatlah berpengaruh sekali terhadap sifat fisis dan mekanis tanah. Tanah yang dapat mengalami perubahan volume secara signifikan akibat dari perubahan kadar airnya merupakan jenis tanah yang mempunyai potensi kembang susut. Tanah dengan jenis ini merupakan tanah lempung yang banyak mengandung mineral dengan potensi kembang (swelling potential), kondisi tanah seperti ini lebih dikenal dengan tanah lempung ekspansif (Hardiyatmo, 2006). Faktor-faktor lingkungan, diantaranya faktor iklim, curah hujan, sistem drainase dan fluktuasi muka air tanah sangat berpengaruh terhadap proses kembang tanah lempung ekspansif. Proses mengembang merupakan proses yang lebih komplek dibandingkan dengan proses penyusutannya (Yong dan Warketin, 1975). Dari hasil analisis karakter curah hujan pemicu gerakan tanah diketahui bahwa hujan yang meresap kedalam tanah dapat menimbulkan peningkatan tekanan air pori kritikal, sehingga terjadi gangguan pada kestabilan lereng (Tohari, dkk, 2005). Peningkatan kuat geser tanah residual mengikuti kedalaman, kohesi meningkat terhadap kandungan lempung dan sudut geser akan menurun dengan meningkatnya kadar lempung (Setiadji dkk, 2006; Raharjo, 2005).

Dalam membangun suatu kontruksi bangunan, tanah dasar merupakan bagian yang sangat penting, hal ini berhubungan dengan daya dukung seluruh badan kontruksi dari atasnya. Jika tanah dasarnya berupa lempung yang mempunyai daya dukung rendah, maka bangunan yang ada akan sering mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh kondisi tanahnya.

Desa Seboro merupakan salah satu desa di Kecamatan Karangsambung, Kabupaten Kebumen. Daerah ini sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, selain itu daerah ini akan dijadikan sebagai desa agrowisata di kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung. Beberapa tahun terakhir, bencana kekeringan telah melanda Kecamatan Karangsambung, Kabupaten Kebumen. Hal tersebut diperkirakan, salah satunya disebabkan oleh adanya penurunan debit sungai yang mengalir di Kabupaten Kebumen, beberapa diantaranya Sungai Luk Ulo, Sungai Kalibanda, dan Sungai Telomoyo. Hasil penelitian Raharjo (2010) melalui pendekatan teknik penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) menyebutkan bahwa beberapa parameter fisiografi bentuk lahan, kondisi akuifer, serta faktor input utama curah hujan sangat mempengaruhi potensi kekeringan di Kabupaten Kebumen, khususnya wilayah Kecamatan Karangsambung.

Keberadaan embung (waduk berukuran kecil) di Desa Seboro diharapkan dapat memenuhi kebutuhan air irigasi terutama pada saat musim kemarau. Indikasi degradasi lahan secara tidak langsung berhubungan dengan permasalahan kekeringan. Oleh karena itu untuk mendukung Desa Seboro sebagai desa agrowisata di kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung, Yayasan Obor membuat konstruksi pada bagian dasar embung berlapis geomembran untuk menampung air pada saat musim penghujan pada tahun 2010. Embung tersebut telah beberapa kali mengalami kegagalan lereng / longsor, terutama pada tahun 2013 bisa dikatakan mengalami kerusakan parah. Beberapa cara dalam usaha penanggulangan longsor pada tubuh embung telah dilakukan, akan tetapi kerap kali gagal terutama pada saat musim hujan datang.

 Investigasi geologi teknik dilakukan untuk mengetahui faktor penyebab kegagalan lereng embung   berdasarkan sifat fisik dan mekanik lapisan tanah di lereng embung. Data hasil analisis dapat digunakan   sebagai data pendukung memberikan cara penanggulangan kegagalan lereng embung tersebut.


METODOLOGI

Penelitian ini dilakukan dalam 2 (dua) tahapan yaitu investigasi lapangan dan uji laboratorium (Gambar 1). Investigasi lapangan dilakukan untuk mengetahui karakteristik batuan, penggunaan lahan, dimensi embung, dimensi longsoran dan pengambilan contoh tak terganggu (undisturbed) pada kedalaman 2 – 3 meter dari permukaan tanah di lokasi longsoran embung.

Uji laboratorium pada conto-conto tanah dilakukan guna menentukan sifat-sifat fisik dan keteknikan tanah meliputi : uji kadar air (w) berdasarkan SNI03-1965-1990, pengujian berat jenis (Gs) berdasarkan SNI03-1964-1990, analisis batas-batas Atterberg digunakan untuk menentukan nilai Indeks Plastisitas tanah (IP) berdasarkan acuan SNI03-1967-1990 dan SNI03-1966-1990, distribusi besar butir berdasarkan acuan SNI03-1968-1990 dan uji triaxial guna menentukan kohesi efektif dan sudut geser dalam efektif untuk mengetahui tegangan geser tanah berdasarkan SNI03-2455-1991. Pengujian dilakukan di laboratorium mekanika tanah dan batuan Pusat Sumber Daya Air Tanah Dan Geologi Lingkungan, Bidang Geologi Teknik (ESDM).


Gambar 1. Lokasi daerah penelitian.



HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI

Berdasarkan hasil investigasi di lapangan diketahui bahwa embung dibangun dengan menggunakan lapisan bahan geomembran pada morfologi perbukitan struktural dengan ketinggian ± 250 mdpl. Dimensi luas lahan untuk keseluruhan bangunan embung beserta tanggulnya ± 7.000 – 9.000 m2 dengan panjang sisinya 23 meter untuk kapasitas 8.000 m3 air, dengan kemiringan 65o. Pengisian air waduk dari air hujan, dengan curah hujan setempat yang ideal antara 2.500 – 4.000 mm/thn, hal ini untuk menentukan kedalaman waduk agar bisa penuh disaat musim penghujan. Setiap curah hujan 1.000 mm berbanding lurus dengan 1 meter
  kedalaman embung. Kapasitas bruto minimal embung : 7.500 m3 untuk mengaliri areal seluas 20 hektar,       setara 4.000 tanaman dengan jarak 7 x 7 meter. Kawasan ini akan dijadikan tempat argowisata, sehingga         penggunaan lahannya lebih dilakukan usaha dan upaya untuk memberdayakan petani, sehingga petani sekitar    mampu menggarap tanahnya dalam bidang pertanian dan perkebunan (Gambar 2).



Gambar 2. (a) Foto embung (waduk kecil) kearah timur, (b) foto embung kearah barat

Embung ini telah mengalami 3 kali longsoran (Gambar 3). Kejadian longsor terparah terjadi pada tahun ini, hingga tubuh embung ikut mengalami kerusakan. jenis longsoran berupa luncuran dengan dimensi yang cukup besar lebar = 12 meter, panjang = 18 meter dan tinggi 14 meter (Gambar 3 d).


Gambar 3. (1) retakan pada badan embung, (2) longsoran badan embung sisi sebelah Barat 2011,

(3)  longsoran badan embung sisi sebelah Timur 2012, (4) longsoran badan embung sisi 
sebelah Timur 2013.


Litologi penyusunnya pada bagian atas merupakan tanah humus, berwarna coklat kemerahan, banyak terdapat akar tumbuhan, ketebalan ± 0,2 meter. Di bagian bawahnya merupakan pelapukan dari batuan sedimen golongan silika berupa batu rijang (chert), berwarna merah hati, ukuran butir pasir halus hingga kasar dengan ketebalan ± 2,5 meter. Di bawahnya lagi di jumpai litologi berupa lanau pasiran, berwarna abu-abu kecoklatan, ukuran butir lempung hingga pasir halus, agak kompak dengan ketebalan ± 1 meter. Sedangkan bagian paling bawah berupa litologi lempung bersisik (scaly), berwarna hitam mengkilap, terkadang dijumpai nodul besi serta fragmen kuarsa, merupakan matrik dari komplek Melange Luk Ulo (Gambar 4).

Gambar 4. Skematik lapisan tanah daerah penelitian

Dari hasil pengujian laboratorium sifat fisik tanah (Tabel 1) diketahui bahwa, adanya variasi nilai kadar air terhadap kedalaman di lokasi yang sama. Perbedaan nilai ini disebabkan karena adanya faktor perbedaan jenis mineral tanah dan porositas. Nilai kadar air yang besar menunjukkan kandungan air yang tinggi pada material tanah tersebut, sehingga proses penjenuhan akan semakin mudah dan tekanan air pori akan mudah meningkat, yang pada akhirnya menyebabkan ketidakstabilan lereng.




 Di lihat dari distribusi ukuran besar butir tanahnya, pada tanah dengan kedalaman hingga 2 meter butiran yang lolos saringan 200 (<0,0075 mm) menunjukkan angka lebih dari 35%, ukuran lempung berkisar 27% dan selebihnya merupakan lanau dan pasir. Pada kedalaman 3 meter butiran yang lolos saringan 200 menunjukkan angka kurang dari 30%, lempung 22% dan selebihnya merupakan lanau dan pasir halus. Dari nilai tersebut diatas menunjukkan bahwa di kedalaman EBS – 2 lebih mengalami pelapukan lanjut.

Sedangkan berdasarkan hasil uji batas-batas Atterberg dengan menggunakan grafik plastisitas Casagrande menunjukkan, contoh tanah di kedalaman 2 dan 3 meter termasuk kedalam jenis tanah lanau plastisitas tinggi dengan jenis mineral lempung kaolinit (Gambar 5). Berdasarkan klasifikasi Skemton (1953) dan Seed (1962) dari hasil perhitungan dan ploting data untuk mengetahui tingkat keaktifan dan potensi pengembangannya menunjukkan bahwa, tanah embung termasuk dalam tingkat keaktifan normal dan pengembangan sedang (Tabel 2 dan Gambar 6).

Gambar 5. Hubungan batas cair dan Indeks Plastis untuk kedua contoh tanah pada grafik plastisitas Casagrande


Gambar 6. Hasil ploting pada grafik klasifikasi Potensi pengembangan (Seed et al, 1962).

Dari hasil pengujian laboratorium sifat keteknikan berdasarkan uji kuat geser tanah dengan menggunakan triaxial test pada kondisi CU (Consolidated Underained) diperoleh nilai sudut geser dalam tanah efektif (j’) dan kohesi tanah efektif (c’) yang dapat dilihat pada (Tabel 3). Kuat geser cenderung memperlihatkan penurunan nilai mengikuti kedalaman tanah, hal tersebut dikarenakan naiknya berat massa tanah dan naiknya muka air tanah akibat masuknya air ke dalam tanah atau rembesan yang masuk pada pori antar butir tanah yang mengakibatkan tekanan air pori naik.

Tabel 3. Uji parameter kuat geser tanah
Kode Sampel

EBS-1
EBS-2




Kedalaman
(m)
2
3




Kohesi efektif (c’)
(kg/cm2)
0,286
0,214




Sudut geser dalam efektif
(j) (o)
9,65
11,79


KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis, embung yang dibangun di daerah Seboro rentan untuk mengalami ketidakstabilan, terutama pada bagian lereng tanah yang merupakan hasil pelapukan batuan sedimen rijang. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa lapisan tanah di lereng embung hingga kedalaman 3 m mempunyai potensi pengembangan sedang, dengan nilai kohesi efektif berkisar antara 0,29 dan 0,21 kg/cm2 dan sudut geser efektif kurang dari 12o. Dengan demikian, ketidakstabilan lereng embung disebabkan oleh kuat geser yang rendah dan kemiringan lereng yang melebihi sudut geser efektif tanah.

Untuk mengatasi permasalahan ketidakstabilan lereng embung ini maka sangat perlu upaya untuk mengurangi tingkat kejenuhan air di dalam lapisan tanah lereng embung. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan drainase atau saluran samping embung pada lereng bagian atas, yang akan mengontrol aliran air pada sekitar badan embung terutama disaat musim hujan. Perbaikan kestabilan lereng dapat dilakukan dengan shot-crete atau pasangan batu untuk mencegah air hujan meresap ke dalam tanah pada lereng embung dan dengan menanam tumbuhan yang berakar serabut untuk melindungi tanah dari bahaya erosi.





DAFTAR PUSTAKA

Das, B.M., 1993. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis). Diterjemahkan : Endah, N.M. dan I.B.M. Surya. Erlangga. Jakarta.

Hardiyatmo, H.C. 2006, Penanganan Tanah Longsor dan Erosi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Setiadji, P., Sadisun, I.A., dan Bandono, 2006.Pengamatan dan Pengujian dalam Karakterisasi Pelapukan Andesit di Purwakarta. Jurnal Geoaplika,Volume 1,Nomor 1, hal. 3-13.

Tohari, A., Dwi Sarah, Eko Subowo. 2005, Studi pengaruh curah hujan terhadap gerakan tanah di Sumedang, Jawa Barat, Laporan Penelitian Puslit Geoteknologi-LIPI, Bandung.

Wesley, L.D., 1977. Mekanika Tanah, Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Yong, R, N., and Warketin, B, P., 1975, Introduction to Soil Behavior, The Mac Milan Co, New York, USA.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar